Pop-Psychology Article | Love Letter to Bride-soon-to-be Bestfriend | Bekasi, Indonesia


Surat Cinta untuk Sahabatku yang Akan Menikah

Kepada Fitri Umi Khalifah





Hari ini tepat H-1 menuju hari H pernikahanmu, Mbak Fitri Umi Khalifah.

Mbak Umi, sahabatku, kakak perempuanku, teman mainku, partner in crime-ku, semuanya.

Meski aku belum menikah, aku pun memiliki harapan-harapan akan pernikahan, termasuk harapan pernikahan untukmu....


Menikahlah karena kamu siap.

Menikahlah karena kamu ingin, bukan karena tuntutan. Aku tahu bagaimana kamu menghadapi tuntutan dan cibiran di luar sana soal pernikahan. Tapi kamu tetap tegar dan percaya, bahwa suatu hari kamu kelak akan menikah. Aku pun percaya bahwa seseorang menikah itu karena telah siap secara Psikologis. Siap secara mental karena akan ada orang asing yang akan menemanimu seumur hidup. Siap secara mental karena menikah bukanlah saat seremonial hari H saja, tapi justru pasca pernikahan itulah segalanya diuji. Kemandirian, kejujuran, hingga kesetiaan. Aku yakin semua bekal itu telah engkau miliki. Bagaimana engkau begitu mandiri sebagai seorang wanita, begitu tulus dan jujur, hingga setia dalam menjaga cinta yang diberikan padamu.


Menikahlah dengan ‘sahabatmu’.

Menikahlah karena kamu telah menemukan orang yang dapat menjadi sahabatmu, bukan hanya sebagai Imam bagi keluargamu. Karena engkau sahabatku, sepantasnya pula kamu mendapatkan orang yang tidak hanya dapat menjadi suami bagimu, ayah bagi anak-anakmu, tetapi juga menjadi ‘sahabat’-mu. Orang yang mengertimu dan akan gembira melihatmu gemilang mencapai mimpimu. Orang yang akan menghapus air matamu saat engkau bersedih. Orang yang mengerti perjuanganmu dan bersedia menemanimu untuk berjuang bersamanya. Orang yang akan menjadi yang pertama di saat pagi kamu membuka mata dan yang terakhir saat menutup mata. 
"All your life, you pray for someone like him..."


Menikahlah dan tidak ada yang berubah.

Menikahlah dan jangan lupakan kehidupanmu yang dahulu. Pernikahan kuibaratkan sebagai gerbang emas, dimana saat engkau melangkah melewatinya, kehidupanmu jelas akan berbeda. Kamu memiliki peran dan tanggung jawaban yang berbeda, yakni menjadi istri dan kelak ibu. Akan tetapi, hidupmu sebelum menikah, seharusnya tetaplah sama. Ia yang menjadi pasanganmu adalah yang patut menghargai kehidupan yang telah engkau miliki sebelum menikah. Pekerjaanmu, kegiatan kesukaanmu, makanan kesukaanmu, teman-temanmu, hingga sahabat-sahabatmu... Sebab seharusnya tidak ada yang berbeda sebelum dan sesudah menikah, kita tetap sahabat.



Aku tahu perjalananmu hingga menuju jenjang ini tidaklah mudah. Begitu banyak derai air mata yang sudah terurai, begitu banyak luka dan sakit di hati yang telah tersayat, namun engkau tetap berdiri tegar dan tawakkal kepadaNya. Kelak suatu hari, engkau akan menemukan jodohmu dan menikah. Benar saja, doamu akhirnya terjawab. Doa-doa di malam yang panjang tak berkesudahan.


Kini ia hadir di hidupmu. Pasanganmu, yang Insya Allah akan menjadi suamimu dalam waktu kurang dari 24 jam ini. Orang yang Insya Allah akan mengucapkan ijab-nya esok, meminta kepada ayahmu, dan setelah itu semua tanggung jawab dan dosa-dosamu ialah yang akan tanggung. Ia adalah jawaban atas semua doa-doamu: Taufiq Abdullah.


Maka, Mbak Umi, surat cinta ini hanya hadiah kecil sekaligus doa dan pengharapan untukmu.

Semoga pernikahanmu akan langgeng seumur hidup, hingga maut memisahkan.

Semoga pernikahanmu akan Sakinah, Mawaddah, dan Warohmah.

Semoga yang menjadi pasanganmu kelak adalah jodohmu, dunia dan akhirat.


Aamiin ya rabbal’alamiin...


Dengan segenap rasa sayang dari sahabatmu,
@RirryHapsari

"The Pink Traveller"