“Galau”
|
Day 137
09:35 p.m.
WITA. Mon, 03 Nov 2011. Bed Room.
|
Galau.
Satu
kata ini adalah kata yang paling populer di tahun 2011 ini. Kata yang paling
banyak disebut-sebut anak muda jaman sekarang. Kata yang merepresentasikan
storm and stress para remaja –baik awal, tengah, akhir- sampai ke dewasa muda.
Galau.
Mario
Teguh pun sampai pernah mengangkat tema ini untuk salah satu topik talkshow
Golden Ways-nya di pertengahan Oktober lalu. Berarti benar-benar seperti
sindrom yang sedang melanda banyak anak muda jaman sekarang ya, sampai-sampai
Mario Teguh pun membahas ini secara lebih mendalam.
Galau.
Jika
mengamati social network yang ada –tentunya dengan teman-teman muda dari
Indonesia- seperti di personal message BBM, status FB, tweet di Twitter, dan
media lainnya, kebanyakan mereka menuangkan curahan hatinya yang berupa rasa
galau itu. Percaya atau tidak percaya, itulah yang terjadi. Bahkan dibuat
trending topic sendiri yang booming –menjadi topic quiz di salah satu acara di
TransTv The Hits- seperti #galau. Aku menuliskannya di Personal Journalku ini,
karena aku ingin mencatat kejadian yang sedang happening saat ini. Hingga
nantinya di masa yang akan datang, aku bisa teringat –atau bahkan tertawa
ngakak, atau tersedu-sedu- ketika aku membaca ulang tulisan-tulisan bernada
galau seperti ini.
Galau.
Jika
harus menjelaskannya berdasarkan teori, tentunya teori psikologi lah yang
paling tepat menggambarkannya. Hal ini karena galau merupakan keadaan jiwa
manusia, dan jiwa manusia serta perilakunya adalah fokus utama ilmu psikologi.
Galau jika dilirik dari teori psikologi perkembangan, maka yang paling
‘nyantol’ adalah keadaan ‘storm & stress’-nya. Artinya, ada perasaan yang
mendera, menderu, dan mencabik-cabik seperti badai yang mengamuk dalam relung
hati dan pikiran kita, betul tidak? Eits, ‘kita’ yang dimaksud lebih mengarah
pada remaja, bisa jadi remaja awal (umur 11 – 14 tahun), tengah (15 – 18
tahun), atau akhir (19 – 22 tahun). Batasan ini tidak saklek, artinya lebih
dari pada itu juga bisa terjadi, yakni pada masa transisi antara remaja akhir
ke dewasa awal (sekitar umur 20 ke atas).
Hal
ini karena pada masa transisi ini, ada banyak tugas dari masa perkembangan
remaja yang masih harus diselesaikan sebelum bisa melangkah ke masa berikutnya.
Salah satu dari 7 Tugas Perkembangan Remaja itu yakni “Kestabilan Emosi”.
Inilah yang paling merepresentasikan “Emosi Galau” tersebut.
Maka
dari itu, banyak anak muda jaman sekaran (yang disebut anak muda bisa
terbentang dari usia 15 – 24 tahun) yang merasakan kegalauan tersebut.
Kemudian, mereka ingin mengkatarsiskan perasaan galaunya tersebut, salah satu
caranya lewat curhat di media-media sosial, seperti BBM, FB, Twitter, Blog,
dll, sehingga semakin massal anak muda meluapkan kegalauannya, maka semakin
populer juga tema galau yang muncul di jaman sekarang ini.
So,
bagaimana cara mengatasi galau?
Sesungguhnya
yang paling tahu caranya adalah kamu sendiri, orang yang merasakan galau itu
sendiri dan menjalani cara-cara yang paling nyaman bagi dirinya sendiri. Berikut
ini ada beberapa tips yang biasanya aku gunakan dikala galau sedang melanda,
dan ini terbukti ampuh bin mujarab. Cekidot:
1.
Tenangkan
diri saat galau melanda. Biasanya wujudnya abstrak, hanya seperti perasaan
panas yang mendera di dada dan membuat dada terasa sesak, seperti tidak ada
harapan hidup lagi, karena panasnya menjalar semakin ke atas. Pikiran jadi
buntu dan yang terasa hanya seperti hopeless. Tiap orang bakal merasa simptom
atau tanda-tanda galau secara fisik yang berbeda, ya kan? Belum tentu saat
galaunya aku mendera di tubuh ini sama dengan apa yang kamu rasakan saat
galaunya kamu.
2.
Tarik
nafas dalam-dalam, dan rasakan udaranya memenuhi ruang di bagian bawah
kepalamu, di rongga persambungan antara kepala dan tengkuk leher. Rasakan hawa
yang menyebar di rongga tersebut, sehingga membuatmu lebih rileks dan tenang.
Ini seperti metode relaksasi sederhana.
3.
Coping
stress. Oke, mungkin ini terdengar terlalu ‘bahasa psikologi’ sekali ya, tapi
yang pasti ini adalah cara bagaimana kamu bisa menghandle atau memenej stress
yang melanda dirimu. Caranya bisa bermacam-macam, dua teratas termasuk di
dalamnya. Coping stress ini juga bisa dengan katarsis, atau penyaluran.
Tentunya cara penyalurannya harus yang positif. Aku lebih suka menulis di
jurnal pribadiku ini, seperti tulisan ini yang merupakan hasil dari katarsis
untuk coping galauku. Ada orang-orang yang senang berjalan-jalan, berbelanja
–yang ini sangat tidak disarankan karena aku melakukannya dan banyak
merugikannya L-, makan, atau bahkan tidur saja. Carilah
aktivitas yang paling menyenangkan dan nyaman hanya sesuai dengan dirimu.
4.
Curhat.
Ini yang paling sering dilakukan orang-orang bila stress seperti galau sedang
melanda. Coba tengok dirimu sendiri, kepada siapa saja kamu sering mencurahkan
perasaanmu? Teman, sahabat, pacar, atau bahkan orang tua atau saudara? Nah,
kamu bisa mencurahkan isi hatimu ini kepada orang-orang terdekat dan
terpercaya. Ingat, perhatikan waktu, tempat, dan situasi-kondisinya, terutama
privasi dari orang yang akan menjadi tempat curhatmu. Cari tahu kebutuhan dari
diri sendiri, apakah kamu ingin curhat untuk didengarkan saja, untuk mendapat
saran saja, atau ingin berdiskusi mengenai jalan-jalan terbaik.
5.
Bicara
pada Tuhan. Bagi Islam, manfaatkan waktu saat sholat dan berdoa untuk
‘berbicara’ berbicara pada Allah swt. Rasakan nyata bedanya, saat kamu
benar-benar syahdu dan khusyuk berkoneksi hanya antara kamu dan Tuhan. Kamu
akan benar-benar yakin, bahwa Tuhanlah yang menjadi satu-satunya pendengar
setia –dimana ketika yang lain tidak ada ketika dibutuhkan saat itulah Tuhan
benar-benar terasa ada. Ialah yang akan menjadi tempat bersandarmu, meminta,
dan memohon untuk meredakan rasa galau yang melanda dan mencari jalan
keluarnya.
6.
Sudah
cukup tenang? Maka selanjutnya adalah mempersiapkan diri untuk benar-benar
menghadapi rasa galau yang abstrak tersebut dan menyelesaikan duduk persoalannya.
Breakdown, atau rincikan hal-hal apa saja yang menjadi contributing factors
yang menyebabkan kamu bisa galau seperti itu. Lalu, cari akar permasalahannya
dan selesaikan tepat di akarnya tersebut. Berikan pertanyaan-pertanyaan
penggali (probing) untuk dirimu
sendiri. Misalnya, seperti ini:
Diri
sendiri 1 (D1): “Kamu galau, karena apa?”
Diri
sendiri 2 (D2): “Karena jomblo terus. Gak punya pacar atau kekasih hati.
Melihat teman-teman lain yang punya pacar jadi galau.”
D1:
“Kenapa bisa jomblo terus?”
D2:
“Mmm... Karena tidak ada laki-laki yang tertarik.”
D1:
“Kenapa bisa tidak ada laki-laki yang tertarik?”
D2:
“Errr... Karena aku tidak cantik dan menarik.”
D1:
“Apakah benar karena itu?”
D2:
“Mmm... sepertinya iya..” (mulai tidak yakin. Muncul rasa galau dan
self-refential pada diri sendiri)
D1:
“Apakah bukan karena faktor lain?” (mengkonfrontir perasaan yang galau)
D2:
“Bisa jadi. Mungkin aku kurang banyak bersosialisasi. Dulunya aku memang orang
yang tertutup. Tapi kini aku berusaha untuk lebih terbuka. Mungkin dengan lebih
banyak meluaskan pertemananku –menambah banyak teman- aku jadi bisa kenal lebih
banyak orang. Dan itu, mungkin saja bisa menambah peluangku untuk mendapat
laki-laki yang menyukai di antara banyak teman itu.”
D1:
“Ya. Itulah dia poinnya. Kamu harus mem-fix up masalah yang itu, yakni menambah
banyak teman, terutama teman laki-laki, bukannya mempermasalahkan diri sendiri
yang mengatakan tidak cantik atau menarik atau tidak ada laki-laki yang
tertarik itu.”
Jadi,
sekarang masih mau mengatakan diri sendiri GALAU? Hai sobat muda, Pak Mario
Teguh mengatakan galau memang hal yang baik bagi orang-orang muda, karena itu
menunjukkan adanya perkembangan. Namun tidak baik bagi orang-orang dewasa dan
tua, karena itu menunjukkan adanya kemandegan. So, masih mau berkembang dan
tidak mau mandeg, ‘kan? Untuk itu, tunjukkan kalau kamu bisa bangkit, berdiri,
berjalan kembali, lalu melesat cepat. Perangi
Perasaan Galaumu menjadi Perasaan yang Positif, Penuh Motivasi, dan Bahagia. Tanamkanlah selalu pada
dirimu: GULUNG GALAUMU, GALAKKAN GEMBIRAMU! Empty glasses filled with happiness-water from RirryTM
Post a Comment